TUGAS
TERSTRUKTUR
DOSENPENGAMPU
SOSIOLOGI PEDESAAN
YEFNI, S.Sos,M.SI
KEBERADAAN DESA-DESA DI INDONESIA
DISUSUN
OLEH:
KELOMPOK
III
ARTI RUKMANA
|
ILHAM
SENTOSA
|
NURFAJRIA
|
|
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU 2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DFTAR
ISI........................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Anatomi sosiografis pedesaan era kerajaan
hindu-budha.........................
B. Anatomi sosiografis pedesaan era kerajaan
islam.....................................
C. Anatomi sosiografis pedesaan era
kolonial...............................................
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................... 10
B. Saran.......................................................................................................... 10
DAFTAR
PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat meyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang ditentukan. Shalawat
dan salam kita hadiahkan kepada nabi Muhammad saw yang telah membawa kita dari zaman
kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun
makalah ini membahas mengenai “Keberadaan desaa-desa di indonesia”. Tujuan dari
pembuatan makalah ini untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah sosiologi pedesaan yang dibimbing oleh ibu yefni,
S.Sos,M.SI
Dalam penyusunan makalah ini
melibatkan berbagai pihak, Oleh sebab itu penulis mengucapkan banyak terima
kasih atas segala kontribusinya dalam membantu penyusunan makalah ini.
Diluar itu, penulis sebagai
manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi.
Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , penulis selaku penyusun menerima
segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Demikian apa yang bisa penulis
sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Pekanbaru, 29 November 2017
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penemuan
istilah “desa” di indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Herman Warmer
Muntinghe. Muntinghe merupakan seorang Belanda, anggota Raad Van Indie pada
masa penjajahan kolonial Inggris (Pembantu Gubernur Jenderal Inggris yang
berkuasa pada 1811 di indonesia)
Desa
secara etimologi berasal dari bahasa sansekerta, yaitu deca yang berarti tanah
air, tanah asal atau tanah kelahiran.
Desa atau nama lainnya, sebagai sebuah entitas budaya, ekonomi dan politik
telah ada sebelum produk-produk hukum masa kolonial. Desa memiliki asas-asas
pemerintahan sendiri yang asli, sesuai dengan karakteristik sosial dan ekonomi,
serta kebutuhan dari rakyatnya. Konsep desa tidak hanya sebatas unit geografis
dengn jumlah penduduk tertentu melainkan sebagai sebuah unit teritorial yang di
huni oleh sekumpulan orang dengan kelengkapan budaya sistem politik dan ekonomi
yang otonom.
B.
Rumusan Masalah
Dengan
memperhatikan latar belakang tersebut maka penulis mengemukakan beberapa
rumusan masalah itu adalah :
1. Apa
fungsi keberadaan desa di indonesia?
2. Apa
sebab Negara Indonesia saling ketergantungan?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui desa-desa yang ada di Indonesia
2. Untuk
mengetahui kenapa masa depan indonesia saling ketergantungan
BAB
II
PEMBAHASAN
Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara kesatuan republik indonesia.
A. Anatomi sosiologi pedesaan era
kerajaan hindu-budha
Pembahasan
tentang desa pada era kerajaan
hindu-budha tak dapat dipisahkan dari dua kerajaan besar, yaitu majapahit di
jawa dan padjajaran di tatar sunda. Pada masa kerajaan hindu majapahit
pembangunan desa diarahkan pada sektor agraris (pertanian dan perdagangan).
Anatomi pembangunan pertanian pedesaan pada fase ini digambarkan maju pesat.
Hayam wuruk (raja termasyur majapahit) menaruh perhatian pada pertanian dan
perdagangan dengan menjadikan tuhan sebagai salah satu pusat perdagangan
majapahit.
Pada
mulanya desa terbentuk dengan persekutuan adat, sehingga biasa disebut dengan
desa adat. Peryataan itu terdapat dalam istilah sunda yang mengatakan “ciri
sabumi, cara sadesa” yang berarti setiap desa memiliki adat masing-masing.
Dalam kedudukannya sebagai desa adat, maka desa merupakan lembaga otonom, yaitu
suatu lembaga yang dapat mengatur diri sendiri, dapat memenuhi kebutuhan sendiri
dan mengurus rumah tangga sendiri. Karena itu, desa bukan hanya merupakan
kesatuan hukum melainkan juga kesatuan sosial, kesatuan ekonomi. Tegasnya
merupakan kesatuan hidup manusia atau dengan kata lain merupakan suatu kesatuan
kebudayaan.
Perubahan
besar dalam kehidupan masyarakat bisa diikuti oleh aturan main organisasi
sosial tersebut.
1.
Pertanian pedesaan zaman kerajaan hindu
Pada
masyarakat sunda zaman kerajaan baru mengenal istilah sawah seperti yang
disebutkan pada dua naskah sunda lama yaitu naskah cerita parahyangan dan
naskah sanghyang siksakanda. Dilihat dari konteks keseluruhan isi naskah
terutama pada naskah carita parahyangan, jelas bahwa kegiatan pertanian dengan
sistem sawah bukan hal yang sudah biasa, melainkan baru pada tingkat berkenalan
atau tingkat dianjurkan.
2.
Perladangan zaman kerajaan hindu
Masyarakat
ladang merupakan titik tumpu dari perekonomian masyarakat kerajaan sunda.
Karena pada masa ini, mata pencaharian yang sangat memungkinkan bagi masyarakat
ialah berladang, yaitu dengan didukung oleh keadaan geografisnya yang cukup
baik digunakan untuk berladang dan juga kondisi alam yang hampir seluruhnya
adalah wilayah tropis sehingga tanah menjadi sangat subur sangat cocok untuk
digunakan perladangan.
Anatomi
desa dalam konteks kerajaan budha, tak dapat dilepaskan dari peran kerajaan
sriwijaya. Desa pada masa ini bertumpu pada potensi kemaritiman, dimana sungai
musi dan batang hari menjadi denyut nadi pertumbuhannya. Mengandalkan hegemoni
pada kekuatan armada lautnya dalam menguasai alur pelayaran, jalur perdagangan,
kerajaan sriwijaya menguasai dan membangun beberapa kawasan strategi sebagai pangkalan armadanya yang mengawasi, melindungi
kapal-kapal dagang, memungut cukai, serta untuk menjaga wilayah kedaulatan dan
kekuasaannya.
B. Anatomi sosiografis pedesaan era
kerajaan islam
Anatomi
pedesaan pada masa kerajaan islam cirebon dan banten bertumpu pada pertanian
dengan sistem sawah. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya daerah pesisir utara
banten diupayakan untuk mencetak sawah-sawah baru dengan mengerahkkan tenaga
kerja, begitu pula didaerah cirebon dibuka area persawahan yang luas (Chijs:
1880 : 252). Di jawa, menurut tradisi lokal, adipati kertabumi bersama
pengikutnya merupakan kelmpok pertama yang membuka lahan persawahan di daerah karawang
atas perintah sultan mataram pada awal abad ke-17M (Widjajakoesoema,1937:
278-305). Pembukaan sawah itu dimaksudkan untuk menyediakan bahan makanan
terutama padi untuk tentara mataram yang direncanakan akan menyerang batavia.
Sejak
kesultanan banten (pertengahan abad ke-16) telah terbentuk hubungan antara
sultan sebagai pemilik sawah negara dengan para petani sebagai penggarap dari
sawah tersebut. Para petani yang terdiri atas orang mardika (orang yang suka
rela masuk islam pada awal berdirinya kesultanan banten, sehingga di akui
sebagai warga negara penuh dan mendapatkan kebebasan hidup) dan abdi (orang
yang tidak mau masuk islam pada awal berdirinya kesultanan banten sehingga
dijadikan budak atau hamba) dibagi garapan sawah negara tetapi diwajibkan
membayar upeti kepada pemilik sawah (sultan). Ketika sebagian sawah itu
dibagi-bagikan hak miliknya kepada kerabat sultan dan penjabat kesultanan
banten, maka ikatan hubungan dengan para petani sehubungan dengan tanah
garapannya diperluas dengan para pemilik tanah yang baru.
C. Anatomi sosiografis pedesaan era
kolonial
Kekuasaan
kolonial di pedesaan jawa (khususnya semarang) abad ke-19 dibayangi oleh
berbagai masalah sosial dan ekonomis. Dalam periode 1830-1850
perubahan-perubahan populasi merupakan indikator kritis akan luasnya
perkembangan, termasuk dampak sistem tanam paksa. Geertz (1963) menyiimpulkan
bahwa sistem tanam paksa berarti “evolusi pertanian” bagi petani-petani jawa.
Van niel (1992) menyatakan bahwa sistem tersebut menghasilkan perbaikan-perbaikan
terhadap kondisi materiil didesa-desa.
Maladministrasi
adalah menurunnya kehidupan ekonomi dan arus populasi tahun 1850-an. Hal ini
mengesankan bahwa kekuasaan kolonial di semarang membawa intensifikasi kekuatan
administratif pada tingkat lokal; terjadilah maladminstrasi pada tahun 1850-an.
Pengenalan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah yang baru oleh rezim kolonial
membawa meladministrasi lokal dan masalah sosial-ekonomi. Meladministrasi
struktural berkembang di berbagai tingkat hierarki pribumi dan pengaruhnya yang
bersifat menghalangi ditemukan di banyak desa, khususnya dalam bentuk kelaparan
dan arus populasi, disamping menyuburkan korupsi dan pemerasan. Penguasa
kolonial berusaha memecahkan masalah-masalah ini dengan perbaikan komunikasi
dan kontrool administratif. Perbaikan komunikasi dan transportasi diberi
prioritas pertama pada tahun 1860-1870.
Bagi
penduduk pribumi, perbaikan-perbaikan itu berarti pengintegrasian daerah ke
dalam jaringan kerja sosial dan ekonomi yang lebih luas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,
hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara kesatuan republik indonesia.
Pada mulanya desa terbentuk dengan
persekutuan adat, sehingga biasa disebut dengan desa adat. Peryataan itu
terdapat dalam istilah sunda yang mengatakan “ciri sabumi, cara sadesa” yang
berarti setiap desa memiliki adat masing-masing. Dalam kedudukannya sebagai
desa adat, maka desa merupakan lembaga otonom, yaitu suatu lembaga yang dapat
mengatur diri sendiri, dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan mengurus rumah tangga
sendiri. Karena itu, desa bukan hanya merupakan kesatuan hukum melainkan juga
kesatuan sosial, kesatuan ekonomi. Tegasnya merupakan kesatuan hidup manusia
atau dengan kata lain merupakan suatu kesatuan kebudayaan.
Anatomi pedesaan pada masa kerajaan islam
cirebon dan banten bertumpu pada pertanian dengan sistem sawah. Kemudian pada
tahun-tahun berikutnya daerah pesisir utara banten diupayakan untuk mencetak
sawah-sawah baru dengan mengerahkkan tenaga kerja, begitu pula didaerah cirebon
dibuka area persawahan yang luas
Meladministrasi struktural berkembang di
berbagai tingkat hierarki pribumi dan pengaruhnya yang bersifat menghalangi
ditemukan di banyak desa, khususnya dalam bentuk kelaparan dan arus populasi,
disamping menyuburkan korupsi dan pemerasan. Penguasa kolonial berusaha
memecahkan masalah-masalah ini dengan perbaikan komunikasi dan kontrool
administratif. Perbaikan komunikasi dan transportasi diberi prioritas pertama
pada tahun 1860-1870.
B.
Saran
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
dan ilmu pengetahuan mengenai keberadaan desa-desa di indonesia, dengan
pembahasan makalah ini mengenai ini diharapkan para pembaca dapat mengetahui bahwa
keberadaan desa sangat berpengaruh di berbagai aspek. Maka urgensi dari
pembangunan desa juga tidak terlepas dari kemajuan suatu negara. Sekian dan
terimakasih, kritik dan saran sangat diharapkan.
Wassalamu’
alaikum. Wr.Wb.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr.Muhammad
Zid dan Ahmad Tarmiji Alkhudri. 2016, Sosiologi
Pedesaa: Teoritasi perkembangan kajian pedesaan di Indonesia, Jakarta